Maritim – Cikarang, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang diwakili oleh Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral Energi dan Konvesional Amalyos, bersama Asisten Deputi Energi dan Sumber Daya Mineral Deputi Bidang Kemaritiman Sekretariat Kabinet RI, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan kegiatan peninjauan lapangan ke industri penyedia Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) oleh PT Adyawinsa Electrical and Power di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (06/06).
Peninjauan lapangan ke Industri penyedia LTSHE ini, dalam rangka mengetahui dan melihat secara langsung proses produksi, serta mengetahui hal hal yang menjadi kendala dari penyediaan baik dalam hal produksi sampai dengan pemasangan dan perawatan.
“Kami berupaya untuk mendapatkan data yang lebih banyak tentang daerah terpencil yang membutuhkan listrik. Kami berpikir untuk daerah yang sulit dijangkau akan menyulitkan PLN untuk masuk, akan tetapi PLN terus berusaha untuk dapat memfasilitasi listrik pada daerah – daerah terpencil tersebut. PLN tidak sendiri, disini kita berkerja sama untuk membantu rakyat,” ujar Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Konvesional Amalyos Chan.
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka tindaklanjut setelah terbentuknya Tim Kerja Monitoring dan Evaluasi Implenmentasi Perpres No. 47 tahun 2017 tentang Penyediaan LTSHE Bagi Masyarakat Yang Belum Mendapatkan Akses Listrik.
Dalam rangka memberikan akses sumber energi kepada masyarakat di desa-desa yang minim prasarana listrik, beberapa program sudah digulirkan oleh pemerintah melalui K/L terkait semisal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dengan program listrik tenaga surya-nya di desa-desa tertinggal, terluar, terdepan dan terpencil/terisolir bahkan mereka sudah menempatkan tenaga pendampingnya sampai tingkat tapak (desa).
Kemudian program listrik desa yang diusung oleh Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM bersama dengam PLN dan juga telah mulai bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam hal penggunaan basis data wilayah administrasi kepemerintahan ataupun program LTSHE dari Ditjen EBTKE Kementerian ESDM yg pada saat ini masih menggunakan data Potensi Desa (Podes 2014)-Badan Pusat Statistik, kami yakini mempunyai peran sangat penting dalam upaya mendukung capaian Rasio Elektrifikasi dan Rasio Desa Berlistrik.
“Dalam konteks inilah kami berupaya untuk mensinergikan program-program yang telah dijalankan tersebut. Kami berupaya mensinergikan tugas dan peran masing-masing K/L terkait dimaksud dengan harapan apa yang sudah ditargetkan pemerintah akan dapat dicapai secara optimal, ” lanjutnya.
PT Adyawinsa Electrical and Power berinovasi menciptakan lampu penerangan rumah tangga surya yang disebut Solar Home System (SHS) yang memiliki berbagai keunggulan. Lampu penerangan dengan jenis LED ini bersifat hemat energi atau bisa disebut 10 kali lebih hemat dari lampu pijar.
Komponen baterai yang terpasang didalam lampu, dapat juga berfungsi sebagai senter. Selain itu, kemampuan yang dimiliki oleh SHS mempunyai display lifetime dengan jangkauan remote dengan jarak maksimal 5 meter. Untuk output cahaya dari LED tersebut, akan berkurang cahayanya seiring dengan waktu berdasarkan jam penggunaan dan posisi saklar.
Pada tingkat output penuh, output cahaya akan berkurang lebih cepat dibanding pada tingkat output lebih rendah. Dan kapasitas penyimpanan akan berkurang seiring dengan waktu, berdasarkan total energi yang dikeluarkan dari baterai pack.
Dalam proses produksinya, LTSHE memiliki beberapa tahapan, yang pertama adalah pengecekan kabel HUB dan adyasolar (adaptor) yang akan menjadi penghubung antara PV (Photovoltaics) dan lampu LED.
“Untuk kabel HUB ini dipotong sesuai dengan spec, kemudian akan dipasangkan dengan plat. Dalam tahap ini juga menjadi testing fungsi kabel karena kita tidak mau jika produk sudah dikirim nanti malah tidak berfungsi dengan baik,” ujar Ansar Muchtar selaku direktur PT Adyawinsa.
Tahap selanjutnya adalah assembling, yaitu penyatuan komponen yang sudah solder, dan diserikan agar dapat diketahui takaran watt yang dihasilkan. Komponen yang sudah dirangkai dengan sesuai akan melewati proses laminating, yaitu pengkompresan komponen dengan suhu yang panas selanjutnya akan didinginkan.
Setelah itu ada proses penyeleksian dan pembersihan, komponen yang sudah dipress akan dicek kembali, akan tetapi komponen yang termasuk dalam kategori rejected akan diolah kembali.
Komponen yang sudah melewati proses pengecekan final, selanjutnya akan memasuki tahap packing. Dalam satu pack, terdapat 4 lampu LED, adyasolar (adaptor), kabel HUB dan PV.
Dalam tahap pemasangan, PT Adyawinsa Electrical and Power akan melibatkan masyarakat dengan memberikan sosialisasi yang sudah disiapkan secara ringkas tentang penggunaan alat dan seluruh kegunaan dari setiap alat.
PT.Adyawinsa Electrical and Power sebagai pihak yang terkait juga akan menyiapkan tempat service centre terdekat dengan daerah penerimanya.
“Kami berharap dalam kurun waktu 3 tahun kedepan setelah LTSHE dipasang, selanjutnya PLN dapat terus melanjutkan melalui pembangunan perluasan jaringannya, karena LTSHE ini prinsipnya masuk dalam kategori Pra-Elektrifikasi, dan saya meyakini PLN bisa dan mampu melanjutkan program tersebut sampai dengan masuk dalam kategori hitungan Rasio Elektrifikasi. Kita punya data Potensi Desa dari BPS (2014), sekarang kita juga punya data administrasi wilayah pemerintahan dari Kemendagri yang cukup akurat dan terverifikasi. Ini yang harus kita sinergikan. Jikalau memang ada beberapa desa yang akses listriknya belum masuk, untuk itu kita harus saling bersinergi untuk dapat mengumpulkan data desa-desa yang masih memerlukan akses listrik khususnya yang masih belum dijangkau oleh PLN,” tutup Amalyos.